Standar umum yang ketiga dari standar auditing menyatakan bahwa ”Dalam melaksanakan audit dan penyusunan laporannya auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama” (SA Seksi 230, paragraf 1). Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional.
Skeptisme berasal dari kata skeptis yang berarti kurang percaya atau ragu-ragu (Echol & Shadily. 2003:529). Dengan sikap skeptisme profesional auditor ini, auditor diharapkan dapat melaksanakan tugasnya sesuai standar yang telah ditetapkan, menjunjung tinggi kaidah dan norma agar kualitas audit dan citra profesi auditor tetap terjaga.
Skeptisme profesional auditor adalah suatu sikap (attitude) dalam melakukan penugasan audit. Skeptisme professional perlu dimiliki oleh auditor terutama pada saat memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja bahwa manajemen adalah tidak jujur, tetapi kemungkinan bahwa mereka telah bersikap tidak jujur harus tetap dipertimbangkan. Auditor juga tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen merupakan pihak yang tidak diragukan lagi kejujurannya (Arens, 2001:204).
AICPA mendefinisikannya sebagai berikut,
“
Professional skepticism in auditing implies an attitude that includes a questioning mind and a critical assessment of audit evidence without being obsessively suspicious or skeptical. The Auditors are expected to exercise professional skepticism in conducting the audit, and in gathering evidence sufficient to support or refute management’s assertion” [AU 316 AICPA].
Skeptisme merupakan manifestasi dari objektivitas. Skeptisme tidak berarti bersikap sinis, terlalu banyak mengkritik, atau melakukan penghinaan. Auditor yang memiliki skeptisme profesional yang memadai akan berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Apa yang perlu diketahui?, (2) Bagaimana cara saya bisa mendapatkan informasi tersebut dengan baik?, dan (3) Apakah informasi yang saya peroleh masuk akal?. Skeptisme professional auditor akan mengarahkannya untuk menanyakan setiap isyarat yang menunjukan kemungkinan terjadinya kecurangan.
Di dalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik, 2001:230.2), menyatakan skeptisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Shaub dan Lawrence (1996) mengartikan skeptisme profesional auditor sebagai berikut “
professional scepticism is a choice to fulfill the professional auditor’s duty to prevent or reduce or harmful consequences of another person’s behavior…”.
Skeptisme profesional digabungkan ke dalam literatur profesional yang membutuhkan auditor untuk mengevaluasi kemungkinan kecurangan material. Selain itu juga dapat diartikan sebagai pilihan untuk memenuhi tugas audit profesionalnya untuk mencegah dan mengurangi konsekuensi bahaya dan prilaku orang lain (SPAP 2001 : 230.2)
Dalam prakteknya, auditor seringkali diwarnai secara psikologis yang kadang terlalu curiga, atau sebaliknya terkadang terlalu percaya terhadap asersi manajemen. Padahal seharusnya seorang auditor secara profesional menggunakan kecakapannya untuk “balance” antara sikap curiga dan sikap percaya tersebut. Ini yang kadang sulit diharapkan, apalagi pengaruh-pengaruh di luar diri auditor yang bisa mengurangi sikap skeptisme profesional tersebut.
Untuk mengukurnya digunakan skenario yang dipakai Shaub dan Lawrence dalam Deni (2009). Indikatornya adalah tingkat keraguan auditor terhadap bukti audit, banyaknya pemeriksaan tambahan dan konfirmasi langsung.
Cetak halaman ini
Artikel menarik lainnya
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Post a Comment